Selasa, 26 April 2011

ASUHAN KEP KARDIO VASCULER

DEFINISI
Adalah suatu penyakit jantung congenital dengan sianosis yang merupakan kombinasi dari 4 gejala utama yaitu: (1) obstruksi aliran ke luar dari bilik kanan (stenosis pulmonalis), (2) cacat septum ventrikel, (3) posisi sebelah kanan dari aorta dan (4) hipertrofi ventrikel kanan bersama – sama membentuk tetralogi fallot.
MANIFESTASI KLINIS
a. Sianosis
Obstruksi aliran darah keluar ventrikel kanan à hipertropi infundibulum meningkat à obstruksi meningkat disertai pertumbuhan yang semakin meningkat à sianosis.
b. Dispnea
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik.
c. Serangan-serangan dispnea paroksimal (serangan-serangan anoksia biru)
Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat à umum pada pagi hari.
d. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
e. Denyut pembuluh darah normal
Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu getaran sistolis dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.
f. Bising sistolik
Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetai intensita sterbesar pada tepi kiri tulang dada.
DIAGNOSIS
a. Foto rontgen
b. ECG
c. Kateterisasi jantung dan angiokardiografi.
d. Ventrikulografi kanan selektif.
e. Ventrikulografi kiri.

Selasa, 19 April 2011

Askep DHF

ASKEP DHF

1.Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
2.Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

3.Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

4.Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

5.Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1)Uji tourniquet positif
2)Petekia, purpura, ekimosis
3)Epistaksis, perdarahan gusi
4)Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

6.Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
a.Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

7.Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

8.Diagnosa Banding
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
a.Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.

9.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a.Tirah baring atau istirahat baring.
b.Diet makan lunak.
c.Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f.Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h.Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i.Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b.Hematokrit yang cenderung mengikat.

10.Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a.Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b.Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
c.Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d.Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a.Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b.Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
2)Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).
1.Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a.Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
2.)Panas atau demam.
3.)Sakit kepala.
4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)Nyeri ulu hati.
6.)Nyeri pada otot dan sendi.
7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1)Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)Hiperemia pada tenggorokan.
5)Nyeri tekan pada epigastrik.
6)Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1)Ig G dengue positif.
2)Trombositopenia.
3)Hemoglobin meningkat > 20 %.
4)Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5)Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1)SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2)Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3)Waktu perdarahan memanjang.
4)Asidosis metabolik.
5)Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
2.Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f.Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
h.Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
3.Perencanaan Keperawatan
a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
5)Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

6)Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
7)Anjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 liter/24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
8)Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
9)Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
10)Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1)Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2)Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3)Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4)Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2)Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3)Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4)Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5)Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6)Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7)Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2)Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3)Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4)Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5)Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1)Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4)Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
f.Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1)Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2)Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3)Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4)Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5)Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6)Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan : – Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1)Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2)Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3)Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4)Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
h.Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1)Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2)Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4)Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : – Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1)Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2)Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3)Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4)Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5)Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.

4.Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5.Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
b.Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e.Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
g.Infeksi tidak terjadi.
h.Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i.Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.

Sumber:
1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4.Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Serangan nyeri dada

Serangan Nyeri Dada, Waspadai Angina Pektoris!
Dalam pengertian umum yang dimaksud dengan nyeri dada adalah perasaan nyeri atau tidak enak di dada. Nyeri dada dibedakan menjadi 2 yaitu nyeri dada jantung dan bukan jantung. Nyeri dada jantung sering ditimbulkan akibat penyakit iskemia otot jantung, kematian otot jantung, kegagalan jantung, dan gangguan irama jantung. Sebaliknya nyeri dada bukan jantung, berasal dari kelainan di paru- paru, otot dada, kelainan saluran cerna, dan stres/psikologik. Nyeri dada angina pektoris merupakan salah satu penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) yang bisa berkembang menjadi kematian otot jantung mendadak dan berisiko dengan kematian yang sangat tinggi. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia (26,4 persen), meningkat tajam dari 9,9 persen (1992) menjadi 19 persen (1995). Padahal antara kurun waktu 1971-1972 penyakit ini baru berada di urutan ke 11 sebagai pemicu kematian. Beberapa fakta yang mendukung laporan tersebut bisa dilihat pada Poli Eksekutif Rumah Sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta dimana setiap hari dikunjungi 300-400 pasien yang sebagian besar dari itu adalah pasien penyakit jantung. Mengingat bahaya yang diakibatkan oleh angina pektoris ini dan membiarkan keluhan nyeri dada lebih lama akan bisa berkembang menjadi kematian jantung mendadak. Berikut ini kami sajikan beberapa hal terkait penyakit ini, yang mungkin membantu kita agar terhindar dari akibat fatal angina pektoris. Angina Pektoris adalah nyeri dada khas jantung berupa sekumpulan gejala dengan gambaran rasa terjepit atau terperas di dada kiri sering menjalar ke leher, rahang, dan lengan kiri, lamanya 1-10 menit, terjadi waktu bekerja dan menghilang setelah istirahat. Dapat terjadi waktu istirahat dan bisa dicetuskan karena berjalan mendaki, cuaca dingin, emosi berlebihan, habis makan banyak, dan bersanggama (koitus). Angina pektoris sebagian besar akibat proses aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah sekitar jantung/koroner). Aterosklerosis adalah timbunan lemak di dalam lubang pembuluh darah, kalau semakin banyak disebut plak. Aterosklerosis ini sebenarnya berlangsung sejak lahir secara alami menimbulkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah (arteri) koroner yang berakibat rusaknya dinding arteri. Bila arteri menyempit akan mengganggu jalannya aliran darah/oksigen ke otot jantung. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri di dada pasien. Kalau proses ini berlangsung terus menerus otot jantung akan mati. Angina dapat terjadi ketika penyempitan arteri sudah mencapai 70 persen dari diameter arteri Pertolongan Medis Umumnya angina pektoris terjadi pada mereka yang mempunyai faktor risiko yang tidak terkontrol dengan baik. Faktor risiko yang sudah terbukti berkaitan erat dapat meningkatkan kejadian angina adalah hipertensi, hiperkolesterol, merokok, diabetes mellitus, obesitas, laki-laki usia diatas 45 tahun, wanita menopause, riwayat penyakit jantung dalam keluarga, kurang aktivitas olah raga, dan stres dalam lingkungan kehidupan. Pada umumnya bila terdapat lebih dari satu faktor risiko, risiko terkena angina akan meningkat tajam. Setiap keluhan nyeri dada angina sebaiknya segera meminta pertolongan medis untuk dapat dilakukan pemeriksaan lebih detail dan penanganan secara dini. Bisa minta bantuan ambulans atau orang lain untuk mengantar ke rumah sakit terdekat. Jangan mengendarai kendaraan sendiri. Bila tidak alergi segera kunyah dan telan aspirin 300 mg. Setelah penyakit angina ditegakkan, pengobatan harus segera diberikan untuk mengatasi angina. Dan jika memungkinkan pasien dalam kondisi stabil, untuk mengetahui seberapa jauh sebenarnya kerusakan yang telah terjadi pada arteri koroner pemeriksaan yang dianjurkan adalah dengan kateterisasi/ arteriografi koroner. Dengan kateterisasi dapat memastikan apakah pasien cukup diatasi dengan obat saja atau perlu dilakukan tindakanoperasi by pass. Ubah Gaya Hidup Agar terhindar dari angina pektoris, hendaknya faktor risiko yang menimbulkan angina dicari dan dikendalikan. Dikatakan dengan memperbaiki gaya hidup seperti mengurangi berat badan, berhenti merokok, mengontrol diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterol, emosi dan olah raga yang cukup dapat mencegah angina ini. Tetapi perlu diketahui ada faktor risiko angina seperti umur, jenis kelamin, keturunan penyakit jantung dalam keluarga merupakan faktor risiko yang tidak bisa diperbaiki. Budiana SpPD, dokter di RSUD Atambua Nusa Tenggara Timur

Selasa, 12 April 2011

asuhan keperawtan hipertensi

I. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).
1. II. PENYEBAB

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
[ad#ads-tengah]Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
1. Ciri perseorangan
Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
1. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
1. III. PATOFISIOLOGI
[ad#mediakeperawatan]
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
1. IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
1. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
1. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan
1. VI. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
1. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
1. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
1. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
1. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
1. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis
1. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
VII. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.(5) Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : (2,8)
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a). Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b). Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c). Penurunan berat badan
d). Penurunan asupan etanol
e). Menghentikan merokok
f). Diet tinggi kalium
1. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a). Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220 – umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
1. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a). Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b). Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
1. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
1. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1). Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita(2).
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
1) Dosis obat pertama dinaikan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
1. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
1. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
1. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter
5. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
6. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
7. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
10. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
11. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
12. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
13. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
14. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
13. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Hasil yang diharapkan :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
1. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3. Batasi aktivitas
4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
6. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman
1. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
2. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
3. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
4. Amati adanya hipotensi mendadak
5. Ukur masukan dan pengeluaran
6. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
7. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan
Hasil yang diharapkan :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil
1. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri
Tujuan ;Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
1. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
2. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
3. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
4. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
5. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
6. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
7. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
8. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
9. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
10. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan, 1996
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan